Kuli Tinta · Opini Humaniora

SLBN Lebong, Tak Lelah Menjemput Asa ABK

Bangunan yang didominasi warna kuning gading itu berdiri tegak di atas tanah berundak. Dari luar suasananya tampak sepi dan dingin. Namun, saat melangkahkan kaki ke dalam, atmosfer ceria dan hangat segera menyeruak. Sekilas tidak ada yang terlihat berbeda dari sekolah yang terletak di Desa Lemeupit, Kabupaten Lebong, Bengkulu. Siapa sangka, di tempat itu berkumpul para Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) berprestasi yang tengah giat menimba ilmu.

Dibangun pada 2006, Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Lebong mulai beroperasi secara aktif pada 2008 dengan kondisi serbaminimalis. Fasilitas yang tersedia sangat sederhana, bahkan tenaga pengajar yang ada hanya berjumlah tiga orang. Meskipun dibayangi berbagai keterbatasan, sekolah ini berhasil menjaring tujuh siswa pertamanya. Jumlah siswa yang sedikit tidak lantas membuat pekerjaan para pendidik menjadi mudah.

“Saat masuk sekolah pertama kali, mereka bisa dikatakan masih ‘liar’. Untuk mengurus diri sendiri saja belum bisa. Dulu sekolah hanya dibuka pada hari Senin dan Kamis karena siswa belum sadar arti sekolah. Kami yang harus menyesuaikan diri dengan kemauan mereka,” ujar Lia Amalia, salah seorang pengajar yang bergabung sejak awal berdirinya sekolah.

Berkat kegigihan dan kesabaran para guru, murid-murid mulai menujukkan perkembangan. Kemandirian mereka mulai terasah sehingga kualitas hidupnya pun semakin meningkat. Memasuki usia yang hampir genap sewindu, kini jumlah siswa SLBN Lebong terus meningkat setiap tahun ajaran baru.

Sistem belajar di sini mengacu pada kurikulum yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tentu saja dengan beberapa modifikasi dalam pengaplikasiannya.

“Kami menerapkan dua jenis metode belajar, yaitu klasikal dan individual. Sistem klasikal sama seperti metode belajar di sekolah pada umumnya. Guru memiliki otoritas penuh di depan kelas, sedangkan murid duduk diam mendengarkan. Tetapi, karena menyadari bahwa kebutuhan belajar setiap anak berbeda, kami lebih sering menggunakan sistem individual yang memungkinkan peserta didik untuk menentukan proses belajar yang diinginkannya,” terang Lia.

Selain berfokus pada kemampuan akademis yang teoretis, para siswa juga dibimbing untuk menerapkan pengetahuan praktis. SLBN Lebong membantu para murid menemukan potensinya melalui aneka pelajaran keterampilan. Hasilnya, tidak sedikit dari mereka yang menorehkan prestasi pada ajang olimpiade nasional bagi siswa Pendidikan Khusus-Pendidikan Layanan Khusus (PK-PLK) di tingkat provinsi.

Bangunan sekolah tampak dari luar

Melawan Stigma, Merealisasikan Cita-Cita

Menyadari bahwa PK-PLK masih asing di kalangan awam, pihak sekolah berinisiatif “menjemput bola”. Sejak 2009, SLBN Lebong rutin melakukan program home visit ke seluruh pelosok kabupaten. Targetnya adalah menjaring sebanyak mungkin ABK untuk mengecap bangku pendidikan yang layak. Setiap awal tahun ajaran, sekolah menyambangi seluruh wilayah Lebong untuk melakukan pendataan dan sosialisasi berkala. Lanjutkan membaca “SLBN Lebong, Tak Lelah Menjemput Asa ABK”

Kuli Tinta · Opini Humaniora

Meracik Profil Dengan Cita Rasa Jurnalisme

Opening Slide

“Kepedulian terhadap kehidupan orang lain adalah motor penggerak bagi wartawan dalam menjalankan profesinya,” Ashadi Siregar.

PROLOG

pro·fil n 1 pandangan dr samping (tt wajah orang); 2 lukisan (gambar) orang dr samping; sketsa biografis; 3 penampang (tanah, gunung, dsb); 4 grafik atau ikhtisar yg memberikan fakta tentang hal-hal khusus

Ketika mencari arti kata “profil” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), saya cukup terkejut karena tidak mendapat makna yang saya harapkan. Selama ini masyarakat awam kerap mendefinisikan profil sebagai tulisan mengenai tokoh terkenal. Ajaibnya, ternyata KBBI tidak memuat “tulisan”, “artikel”, dan sebagainya dalam memaknai “profil”.

Terlepas dari maknanya secara leksikal, sejauh ini saya meyakini bahwa profil merupakan potret seseorang—atau sesuatu—yang disajikan dalam rangkaian kata. Dalam seni fotografi, sebuah potret bisa diklaim berkualitas apabila terlihat sempurna luar-dalam. Tidak hanya menampilkan keindahan pada sisi luar, gambar yang baik harus bisa melukiskan emosi yang tersimpan. Hal senada juga berlaku bagi tulisan profil. Profil yang baik harus mampu menggambarkan suatu subjek tulisan hingga sisi terdalamnya.

Profil merupakan manifestasi kebebasan berekspresi yang ditawarkan oleh jurnalisme. Menulis profil memungkinkan kita untuk berkreasi tanpa terpaku pada pakem-pakem jurnalistik. Meskipun begitu, karena masih berada dalam ranah jurnalistik, penulisan profil tetap memiliki pedoman umum yang harus ditaati.

Lanjutkan membaca “Meracik Profil Dengan Cita Rasa Jurnalisme”

Kuli Tinta · Opini Humaniora

Terapi Tawa Dengan Komedi Tunggal ala Badjee (dr. Muhammad Fauzi Saleh)

“Untuk menyembuhkan orang, (cara) yang paling gampang adalah dengan membuat orang tersebut tertawa,”

Kalimat tersebut menjadi intro penampilan Badjee malam itu di sebuah stasiun televisi swasta. Tak lama setelahnya, riuh tawa penonton membahana menyusul lelucon yang dilemparkan pria keturunan India tersebut. Dalam waktu kurang dari sepuluh menit, Badjee alias dr. Muhammad Fauzi Saleh sukses menstimulasi endorfin penonton melalui suntikan beat-beat segar yang dilontarkannya.

Di atas panggung, sosok Fauzi memang jauh dari kesan dokter yang identik dengan jas putih atau lingkaran stetoskop di leher. Tanpa properti berlebih, ia bertransformasi menjadi Badjee, seorang pelaku stand-up comedy yang kian hari kian tersohor.

Komedi tunggal bukanlah barang baru bagi Fauzi. Dokter lulusan Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) ini telah menggeluti bidang tersebut sejak tahun lalu. Berangkat dari kegemarannya menciptakan lelucon, ia pun berinisiatif mengikuti kompetisi Stand Up Comedy Indonesia (SUCI) yang dihelat oleh salah satu stasiun televisi swasta. Meskipun pengalaman melawak tunggalnya terbilang masih minim, Fauzi berhasil menyisihkan para peserta dari berbagai kota dan menembus babak 13 besar.

“Tapi saya jadi finalis yang tereliminasi pertama. Lalu saya pulang ke Medan dengan sangat kecewa,” tutur Fauzi mengenang awal kariernya sebagai comic, sebutan bagi komedian tunggal.

Pulang ke Medan dengan titel finalis kompetisi terkemuka, tidak lantas memudahkan Fauzi dalam merintis jalannya di bidang komedi. Anak kedua dari empat bersaudara ini dihadapkan pada kenyataan bahwa banyak comic lokal yang juga tak kalah hebat. Namun, hal itu tidak lantas memadamkan semangat pria kelahiran Jakarta, 9 Oktober 1984 tersebut. Fauzi justru semakin aktif menjajal open mic dari satu kafe ke kafe lain.

Lanjutkan membaca “Terapi Tawa Dengan Komedi Tunggal ala Badjee (dr. Muhammad Fauzi Saleh)”

Kuli Tinta · Opini Humaniora

IMD: Inisiasi Menyusu(i) Dini

Apakah kepanjangan dari IMD? Tujuh dari sepuluh insan kedokteran yang saya tanyakan menjawab dengan mantap, “Inisiasi Menyusui Dini!”

Awalnya, saya pun sependapat dengan ketujuh orang yang memberikan jawaban seperti di atas. Namun, setelah mengingat kembali proses IMD yang sempat disinggung saat kuliah dulu, saya jadi merenungi lagi arti singkatan tersebut. Pada IMD, bayilah yang bergerak aktif untuk mendapatkan susu dari sang ibu. Dalam hal ini tidak ada campur tangan dari pihak lain, termasuk sang ibu. Bayi dibiarkan mencari sendiri puting susu ibu untuk mencecap ASI pertamanya.

Lanjutkan membaca “IMD: Inisiasi Menyusu(i) Dini”

Kuli Tinta · Opini Humaniora

Legalisasi (Terselubung) Narkotika: Prelude Keterpurukan Bangsa

Jangan lantas terpangah bila Anda menemukan seseorang menyesap lintingan mariyuana atau menggengam serbuk kokain sambil melenggang di jalan raya. Barang tabu itu kini menjadi “halal”, asalkan tidak lebih dari 1 gram.

Potret peristiwa semacam itu bukan tidak mungkin terjadi, menyusul pengesahan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2011. Regulasi yang disahkan pada pertengahan April tersebut merumuskan pelaksanaan wajib lapor bagi pecandu narkotika. Praktis, sejak saat itu para pengguna narkoba harus “melaporkan diri” kepada institusi penerima wajib lapor. Merasa janggal? Anda tidak sendiri, setidaknya ada saya menemani. Awalnya, saya pun terheran-heran ketika membaca wacana tersebut. Dan, masih tetap dibuat tertegun meskipun telah mencoba mencernanya beberapa kali.

Lanjutkan membaca “Legalisasi (Terselubung) Narkotika: Prelude Keterpurukan Bangsa”

Kuli Tinta · Opini Humaniora

Ketika Hidup Harus Memilih: Dr. Abdul Mun’im Idries, SpF

Bukan pekerjaan yang memilih kita, melainkan kita yang memilih mereka. Prinsip itulah yang mengantarkan pria kelahiran Pekalongan ini menjadi dokter ahli kedokteran kehakiman tiga dekade silam.

Kepakaran Mun’im dalam ilmu kedokteran forensik memang tidak diragukan lagi. Beragam kasus telah ditangani bahkan sebelum ia menyandang gelar spesialis. Tak dinyana, keterlibatan ayah lima anak ini di dunia kedokteran sesungguhnya tidak pernah direncanakan.

Impian menjadi dokter tidak pernah tebersit di benak anak keenam dari sebelas bersaudara ini, setidaknya sampai ia lulus dari bangku SMA. Mun’im muda berangan-angan untuk melanjutkan studi di jurusan kimia sebuah institut teknik ternama. Sayang, ia tak dapat mengejar cita-cita itu karena kondisi finansial keluarga yang tidak memungkinkannya kuliah di luar kota. Adik kandung Prof. Dr. dr. Dadang Hawari, SpKJ ini pun memantapkan hati pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, tempat yang menjadi titik tolak perjalanan kariernya.

Lanjutkan membaca “Ketika Hidup Harus Memilih: Dr. Abdul Mun’im Idries, SpF”

Kuli Tinta · Opini Humaniora

Aji, Karier, dan Passion

Ini artikel lama. Diterbitkan sekitar awal tahun ini di Koran Kampus FKUI. Ditulis dengan sangat baik oleh teman saya, Cinthya Yuanita.

Aji, Karier, dan Passion

Seorang mahasiswa yang mati-matian menjadi dokter menjadi pekerja film menjadi penulis meraih mimpi-mimpinya.

Barisan kata itu terpampang di muka sebuah blog dengan nama akun “Kuntawiaji”. Adalah Yunus Kuntawi Aji yang menjadi sosok empunya buah-buah pikiran di dalamnya. Aji, begitu ia akrab disapa, bukan tanpa alasan memilih kalimat tersebut sebagai tagline blognya. Menjadi seorang dokter memang cita-cita utamanya. Namun, di sisi lain Aji juga memiliki berjuta impian yang ingin dipetiknya.

Menyandang peran sebagai mahasiswa kedokteran tak pelak merupakan tugas utama Aji. Akan tetapi, di balik itu, Aji memiliki berbagai kegiatan yang cukup bertolak belakang dengan dunia kedokteran. Mengajar, menulis, dan membuat film hanyalah sebagian kecil dari kegiatan ekstra Aji di sela-sela kesibukan akademis. Meskipun terlihat sulit, semua bidang itu bisa ditekuni secara sinergis berbekal sepatah kata bernama “passion”.

Lanjutkan membaca “Aji, Karier, dan Passion”

Opini Humaniora

Menerjemahkan versus Menyerap

Jangan menerjemahkan sistem binomial nomenklatur dan nomina anatomika!

Pernyataan di atas bukanlah imbauan belaka, melainkan telah menjadi pedoman berbahasa kedokteran yang sudah sepatutnya digunakan khalayak luas. Prinsip tata bahasa tersebut lahir dari mufakat tiga negara yang tergabung dalam satu rumpun, yaitu Malaysia, Indonesia, dan Brunei Darrussalam. Kesamaan adat membuat ketiga negara itu menjalin kerjasama dalam hal kebahasaan dengan tujuan meningkatkan penggunaan bahasa Melayu di ranahnya masing-masing. Sejak tahun 1970-an, para pakar bahasa dari ketiga negara itu mulai merancang kesepakatan berbahasa, termasuk dalam segi ilmu kedokteran.

Lanjutkan membaca “Menerjemahkan versus Menyerap”

Opini Humaniora

Menagih Visi ‘Indonesia Sehat 2010’

Tahun 2010 sudah melewati semester pertamanya, tetapi impian akan Indonesia Sehat masih terasa jauh di angan .

 Sudah satu dekade berlalu sejak para petinggi kesehatan mencurahkan idealisme mereka ke dalam visi yang sama: “Indonesia Sehat 2010”. Slogan itu merupakan visi pembangunan kesehatan yang dicanangkan oleh Kementerian Kesehatan setelah masa momentum reformasi. Di dalam visi tersebut setidaknya terkandung empat pencapaian kesehatan yang diharapkan terwujud pada tahun 2010. Pemerintah menyimpan harapan besar agar pada tahun keemasan ini penduduk Indonesia bisa hidup dalam lingkungan yang sehat, memiliki perilaku hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang berkualitas, serta memiliki derajat kesehatan yang tinggi. Tidak tanggung-tanggung, pemerintah juga merancang lima puluh indikator untuk menyokong keberhasilan reformasi kesehatan tersebut. Kini, tahun 2010 sudah dijajaki. Apakah target-target pembangunan juga sudah ada di genggaman tangan?

Lanjutkan membaca “Menagih Visi ‘Indonesia Sehat 2010’”

Opini Humaniora

Membangun Visi Melalui Biografi

 Belajar tidak harus selalu diartikan dengan menenggelamkan diri dalam gunungan buku ajar atau perjuangan menahan kantuk di sela-sela kuliah.

Ungkapan “pengalaman adalah guru yang paling berharga” tampaknya masih menjadi jargon kebanyakan orang, khususnya mahasiswa kedokteran yang kerap bersentuhan dengan ilmu praktis. Pengalaman tak pelak lagi mengajarkan begitu banyak nilai-nilai bermakna, apalagi jika pengalaman tersebut berasal dari kisah nyata kehidupan seorang tokoh panutan.

Meracik Dokter Bintang Tujuh, Mewujudkan Dokter Hari Esok Indonesia adalah biografi yang menyajikan kisah kehidupan inspiratif. Memoar setebal 354 halaman ini mengulas setiap jengkal kehidupan Prof. dr. Ali Sulaiman, PhD, SpPD-KGEH, sosok yang sangat andal dalam bidang pendidikan kedokteran di Indonesia.

Nama Ali Sulaiman memang sulit dipisahkan dari perannya sebagai Dekan FKUI pada masa bakti tahun 1996-1999. Maka tidak mengherankan bila sebagian besar isi buku ini bercerita seputar pengalamannya dalam menjalani aktivitas kala itu. Segala hal yang berhubungan dengan jabatan yang diembannya dahulu dipaparkan secara gamblang dalam bab yang berjudul Menjadi Dekan FKUI. Melalui bab ini, Ali menuturkan pandangannya untuk menciptakan dokter-dokter yang memiliki kualitas bintang tujuh versi FKUI, bukan hanya five star doctor a la WHO.

Lanjutkan membaca “Membangun Visi Melalui Biografi”