Leisure · Mendaki Bukittinggi

Menapaki Eksotika Alam dan Sejarah Bukittinggi  

Ranah Sumatra seolah menyimpan pesona yang tak ada habisnya untuk dijelajahi. Berjarak sekitar sembilan puluh kilometer dari Kota Padang, Bukittinggi merupakan alternatif destinasi liburan yang menarik. Ibarat restoran, kota itu menyajikan paket lengkap yang kaya varian, mulai dari wisata alam, sejarah, kuliner, bahkan belanja.

Untuk menuju Bukittinggi, tersedia beberapa opsi. Bila ingin tiba dengan cepat, pelancong dapat mengambil penerbangan ke Kota Padang kemudian melanjutkan perjalanan dengan taksi, Damri, atau mobil travel.

Ketika menyambangi kota bersejarah itu, saya dan teman-teman memilih untuk mengambil jalur darat yang menantang. Menjajaki jalur lintas Sumatra memang sungguh menguji iman. Bukan hanya karena waktu tempuh yang lama atau kondisi medan yang terjal, melainkan juga karena moda transportasi yang kami gunakan.

Kami menumpang bus ekonomi non-AC SAN Travel jurusan Bengkulu—Bukittinggi selama sekitar delapan belas jam. Pengalaman naik kendaraan kelas ekonomi jarak jauh kali itu merupakan yang pertama sepanjang hidup saya. Praktis, saya harus beradaptasi ekstra keras dengan suasana bising, udara pengap, dan kepulan asap rokok yang menyesaki bus. Setidaknya keadaan itu jauh lebih baik dari perkiraan saya sebelumnya. Tadinya saya berpikir sampai harus berbagi ruang dengan hewan ternak—yang katanya kerap menjadi penumpang ilegal di sana.

20140322_110011
Bus Ekonomi Sauna

Setelah hampir tujuh belas jam berada di dalam “oven berjalan”, akhirnya kami mendapatkan secercah udara segar. Waktu baru menunjukkan pukul lima pagi ketika bus memasuki wilayah Padang Panjang yang sejuk. Namun, begitu sampai di mulut Kota Bukittinggi, terjadi perubahan hawa yang cukup ekstrem. Angin dingin khas dataran tinggi mulai menggigit, apalagi bus yang kami tumpangi melaju dengan kencang. Seolah itu belum cukup, tiba-tiba tanpa alasan yang jelas, kondektur membuka seluruh jendela di dalam bus. Kontan saja seluruh penumpang sibuk menghangatkan diri dengan cara masing-masing.  

Tidak sampai satu jam kemudian, bus merapat di Terminal Aur Kuning. Puluhan agen travel dan supir taksi langsung berlomba-lomba menawarkan jasanya. Dibantu oleh seorang pegawai SAN Travel, akhirnya kami mendapatkan taksi dengan tarif yang terbilang manusiawi. Jalanan di pusat kota pada hari Minggu pagi sangatlah sepi. Kami hanya memerlukan waktu lima belas menit untuk sampai di penginapan.

Ada beragam jenis tempat bermalam di Bukittinggi, mulai dari hotel melati hingga bintang lima. Berbekal informasi dari internet, kami memilih Hotel Limas sebagai tempat menginap selama tiga malam. Saya sangat merekomendasikan hotel bintang tiga ini untuk low budget traveler yang tetap mengutamakan kenyamanan. Meskipun usianya sudah tua, fasilitas di Hotel Limas masih terjaga dengan baik. Pelayanan yang memuaskan serta lokasi yang strategis juga menjadi nilai tambah. Plus, di waktu-waktu tertentu, tamu bisa mendapatkan potongan harga mencapai 30%.

Lanjutkan membaca “Menapaki Eksotika Alam dan Sejarah Bukittinggi  “

Eksplorasi Negeri Sejuta Pelangi · Leisure · Poet-o-Graph · Review · The Journals in Bumi Belitong

Eksplorasi Negeri Sejuta Pelangi: Jelajah Objek Rahasia

Saya bukan tipikal pelancong yang mau mengulang pengalaman bepergian yang sama untuk kedua kalinya. Buat saya itu  seperti inefisiensi besar-besaran. Kenapa harus menuju ke objek yang sama kalau ada petualangan baru menunggu di titik lain?

Tapi prinsip itu langsung buyar ketika sebuah tawaran menarik sampai kepada saya beberapa waktu lalu. Sebuah liburan “gratis” ke Pulau Belitung, tempat yang pernah saya kunjungi dua tahun lalu. Praktis, kesempatan ini merupakan kali kedua saya melakukan Eksplorasi Negeri Sejuta Pelangi.

***

Hari itu (lagi-lagi) saya mengambil penerbangan paling pagi menuju Bandar Udara H A S Hanandjoeddin, Tanjung Pandan. Saya selalu percaya bahwa pemilihan waktu penerbangan yang tepat adalah awal yang baik untuk memulai liburan. Pukul 06.55 WIB saya sudah mendarat di negeri laskar pelangi dan siap memulai eksplorasi kedua di tempat itu. Berhubung beberapa objek sudah pernah saya deskripsikan disini, sekarang saya hanya akan mengulas tempat lain yang tidak kalah mengesankan. Dan yang terpenting, objek-objek ini relatif jarang dikunjungi oleh wisatawan sehingga perjalanan kali ini semakin terasa istimewa.

Lanjutkan membaca “Eksplorasi Negeri Sejuta Pelangi: Jelajah Objek Rahasia”

Eksplorasi Negeri Sejuta Pelangi · Leisure · Poet-o-Graph · Review · The Journals in Bumi Belitong

Eksplorasi Negeri Sejuta Pelangi: Melancong ke Bumi Belitong

Sejak serbuan Laskar Pelangi ke ranah perfilman Indonesia, pulau kecil di lepas pantai timur Sumatera ini spontan menjadi target destinasi yang paling dicari.

Langit biru berhiaskan arak-arakan awan putih menyambut kedatangan saya di Bandar Udara H A S Hanandjoeddin pada siang yang terik itu. Tidak mencapai hitungan jam, saya sudah “berteleportasi” dari ibu kota ke sebuah pulau yang terkenal akan eksotisme alamnya: Pulau Belitung. Untuk menuju kampung halaman Andrea Hirata ini, tersedia berbagai opsi.

Wisatawan dari Jakarta bisa memilih jalur laut atau udara. Jalur laut dapat ditempuh dengan menggunakan kapal motor rute Tanjung Priok-Tanjungpandan dengan perkiraan biaya sebesar Rp 250.000,00. Namun, perjalanan dengan kapal laut memakan waktu yang cukup lama, mencapai belasan jam. Sementara perjalanan lintas udara dapat dilakoni dengan dua pilihan maskapai, Batavia Air atau Sriwijaya Air. Harga tiket pesawat terbilang fluktuatif, berkisar antara Rp 500.000,00-Rp 800.000,00. Namun, jika beruntung Anda bisa mendapatkan tiket promo dengan harga yang sangat menggiurkan. Idealnya, pilihlah penerbangan pertama sehingga ketika tiba di Pulau Belitung Anda masih sempat untuk berwisata.

Begitu mendarat di kota Tanjungpandan, Anda dapat menggunakan jasa rental mobil yang sudah mengantre di pintu keluar bandara. Berbeda dengan kota-kota lainnya di Indonesia, moda transportasi di Belitung tidaklah variatif. Di tempat ini tidak tersedia angkutan umum sehingga mau tidak mau wisatawan harus menyewa kendaraan pribadi. Harga yang ditawarkan para penjaja jasa rental terbilang seragam, yakni sekitar Rp 400.000,00 untuk mobil Toyota Avanza lengkap dengan supirnya. Dengan harga tersebut, plus beberapa rupiah untuk uang bensin, Anda dapat berkeliling pulau satu hari penuh.

Siang itu saya langsung bertolak dari ibu kota Kabupaten Belitung menuju tempat dinas kakak saya di Kampong Pesak, Belitung Timur. Perjalanan ke Belitung Timur ditempuh selama satu jam. Kontur jalan yang meliuk-liuk disertai kecepatan kemudi yang tinggi dapat menimbulkan sedikit sensasi mual. Ya, jalan raya di Belitung sungguh berbeda dari ibu kota. Di sepanjang jalan, saya lebih banyak menemui pepohonan sawit dan pertambangan timah, alih-alih kendaraan bermotor.

Napak Tilas Laskar Pelangi

Pelesir ke Pulau Belitung belum lengkap rasanya jika tidak mengunjungi tempat-tempat yang menjadi saksi kelahiran Laskar Pelangi. Napak tilas saya mulai dengan mengunjungi tempat asal Lintang, sahabat karib Ikal dalam Laskar Pelangi. Pantai Punai namanya. Terletak di Desa Tanjung Kelumpang, Punai menyajikan keelokan khas pantai-pantai di Belitung. Pasir putih dan lembut lengkap dengan air biru yang jernih. Meskipun tidak sebesar yang ada di Pantai Tanjung Tinggi, kehadiran batu-batu granit “mini” juga turut menambah kecantikan panorama Punai.

Lanjutkan membaca “Eksplorasi Negeri Sejuta Pelangi: Melancong ke Bumi Belitong”

Eksplorasi Negeri Sejuta Pelangi · Leisure · Poet-o-Graph · Review · The Journals in Bumi Belitong

Eksplorasi Negeri Sejuta Pelangi: Senja Pertama dan Kultur Syok

Selama empat hari pertama di Pulau Belitung, saya tinggal di rumah dinas kakak saya di Desa Simpang Pesak, Kecamatan Dendang, Kabupaten Belitung Timur. Meskipun judulnya adalah “desa”, saya tidak gentar sedikitpun. Meskipun katanya daerah itu sangat sepi dan gelap kalau malam, meskipun katanya rumah dinas kakak saya itu hampir dikelilingi hutan. Sebaliknya, saya malah sangat antusias menantikan empat hari pertama ini. Sebuah pelarian yang manis dari ibukota, pikir saya. Minggat dari ibukota yang super sumpek ini memang menjadi cita-cita saya yang tak terbendung.

Dan benar saja! Empat hari itu benar-benar menjadi pengalaman yang tak tergantikan. Ketika mendarat di Bandar Udara H.A.S Hanandjoeddin Tanjung Pandan, kami sekeluarga dijemput oleh kakak saya dan seorang petugas Puskesmas tempat kakak saya berdinas. Bapak petugas Puskesmas itu sangat ramah dan begitu supel. Baru bertemu sebentar, dia sudah langsung mengakrabkan diri dengan kami. Sepanjang perjalanan dari bandara menuju rumah dinas, ada saja bahan obrolan yang dikeluarkan si Bapak—yang namanya sangat sulit sampai-sampai saya tidak mengingatnya.

Saat itu saya tidak banyak bersuara. Alasan pertama, saya mabuk darat! Ya, konyol memang. Tidak biasanya saya mabuk darat, tapi kali ini bisa-bisanya saya sampai dibikin mual dan pening sepanjang perjalanan. Masalahnya, jalanan di Pulau Belitung ini amat sangat lengang, bertolak belakang dengan jalan di ibukota. Tidak hanya itu, kontur jalanan di daerah ini sangat “menantang”, persis wahana di taman bermain. Meliuk-liuk, menanjak, menurun. Intinya, menggelitik perut sampai menimbulkan sensasi mual. Belum lagi dengan kecepatan berkendara si Bapak yang mirip pembalap formula satu. Kombinasi ketiga hal itu sukses membuat saya cuma duduk terpekur di jok belakang.

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

Lanjutkan membaca “Eksplorasi Negeri Sejuta Pelangi: Senja Pertama dan Kultur Syok”

Eksplorasi Negeri Sejuta Pelangi · Leisure · Poet-o-Graph · Review · The Journals in Bumi Belitong

Eksplorasi Negeri Sejuta Pelangi: Sebuah Kebetulan yang Manis

Seperti kebanyakan masyarakat Indonesia lainnya, saya pertama kali berkenalan dengan Pulau Belitung melalui film Laskar Pelangi yang dirilis tahun 2008 lalu. Saat itu, (masih) sama seperti kebanyakan masyarakat Indonesia, saya dibuat terkagum-kagum dengan keeksotisan “Pulau Timah” yang begitu membangkitkan spirit travelling saya. Jatuh cinta pada pandangan pertama, tepatnya.

Suasana pedesaan lengkap dengan kearifan lokalnya, akulturasi yang begitu mengakar dengan harmonis, dan tentu saja kecantikan alamnya–yang didominasi pantai jernih berpasir putih berhiaskan batu-batu granit raksasa. Setidaknya ketiga hal itu yang membuat saya tidak berpikir panjang untuk memasukkan tempat ini ke “daftar destinasi wisata idaman” versi saya.

Sekitar empat tahun kemudian, tiba-tiba impian saya mengunjungi pulau yang termasuk ke dalam Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini menjadi kenyataan! Iya, tiba-tiba. Semuanya terjadi secara kebetulan. Kebetulan kakak saya mendapatkan kontrak kerja Pegawai Tidak Tetap (PTT) di Puskesmas Simpang Pesak, Kabupaten Belitung Timur awal tahun 2012 ini. Nah, berawal dari niat mengunjungi kakak, jadilah kami sekeluarga “sekalian” berlibur ke tempat yang menamakan dirinya “Negeri Sejuta Pelangi” itu.

Akhirnya! Pertengahan Mei kemarin impian itu terealisasi. Kalau boleh saya tambahkan, terealisasi dengan sempurna. Saya bisa mencicipi ketiga unsur yang saya sebutkan di atas tadi: alam, budaya, dan perihal kearifan lokal. Saya tidak hanya berkesempatan menikmati tempat-tempat wisata andalan pulau ini, tetapi juga merasakan menjadi bagian dari masyarakat setempat. Sungguh sebuah kebetulan yang manis! Dan ternyata, setelah dijalani, “petualangan” saya di sana jauh lebih manis dari apa yang saya perkirakan 🙂

 

Bersambung ke Eksplorasi Negeri Sejuta Pelangi: Senja Pertama dan Kultur Syok

 

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.